GOOD CORPORATE GOVERNANCE
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
(Pelanggaran Terhadap Prinsip –
Prinsip Good Corporate Governance
Pasar Modal pada PT Bank Lippo Tbk.))
Pengertian Good Corporate Governance
Governance dalam konteks Good
Corporate Governance (GCG)
disebut sebagai tata pamong. Sedangkan Corporate
Governance (CG) atau pengelolaan
perusahaan, menurut Sutan Remi Sjahdeini adalah suatu konsep yang menyangkut struktur perseroan,
pembagian tugas, pembagian kewenangan, pembagian beban tanggung jawab masing-
masing unsur dari struktur perseroan. Jadi,
Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder, baik itu primary stakeholders (investor, karyawan
dan manajer, supplier, rekanan bisnis
dan masyarakat) maupun secondary
stakeholders (pemerintah, institusi bisnis, kelompok sosial kemasyarakatan,
akademisi dan pesaing).
Prinsip – Prinsip Good Corporate
Governance di Pasar Modal
Prinsip – prinsip good corporate governance tersirat dalam
Undang – Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, secara normatif
prinsip-prinsip GCG ini diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 yaitu Transparancy (Transparansi), Accountability
(Akuntabilitas), Responsibility (Pertanggungjawaban),
dan Fairness (Kewajaran).
Implementasi Prinsip-Prinsip Good
Corporate Governance di Pasar Modal
a. Implementasi prinsip keadilan.
Kerangka kerja corporate governance memastikan
perlakuan yang wajar terhadap semua pemegang saham termasuk pemegang saham
minoritas dan asing. Pemegang saham dilindungi dari penipuan, self dialing, dan insider trading yang dilakukan oleh board of directors, manajer, dan pemegang saham utama, atau pihak
lain yang mempunyai akses informasi perusahaan.
b. Implementasi prinsip transparansi.
Pedoman GCG memasukkan
prinsip keterbukaan yang mensyaratkan
ketepatan waktu dan akurasi informasi. Perseroan mempunyai kewajiban
mengungkapkan informasi penting dalam laporan berkala dan laporan peristiwa
penting perseroan kepada pemegang saham dan instansi pemerintah yang terkait
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara tepat waktu,
akurat, jelas dan secara obyektif.
c. Implementasi prinsip akuntabilitas
Implementasi prinsip
akuntabilitas diwujudkan dengan adanya keterbukaan informasi dalam bidang financial dalam hal ini ada dua
pengendalian yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi menjalankan
operasional perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan terhadap
jalannya perusahaan oleh Direksi.
d. Implementasi prinsip responsibilitas.
Prinsip ini berhubungan
dengan tanggungjawab perusahaan sebagai anggota masyarakat yaitu dengan cara
mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti
masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis dan sebagainya.
Pelanggaran Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance
Fakta-Fakta
Berkaitan dengan laporan
keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002, BAPEPAM menemukan bahwa
terdapat 3 (tiga) versi laporan keuangan, yang semuanya dinyatakan audited, yaitu:
1.
Laporan
Keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang diiklankan di Surat Kabar Harian Investor Indonesia
pada tanggal 28 November 2002;
Pemuatan iklan tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban PT Bank Lippo
Tbk. atas ketentuan Bank Indonesia. Adapun materi atau informasi yang tercantum
dalam iklan laporan keuangan tersebut antara lain adalah:
a.
Adanya
pernyataan Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan tersebut disusun
berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja
(penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan pendapat wajar tanpa pengecualian;
b.
Penyajian
dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“Diaudit”) dan per 30 September
2001 (“tidak diaudit”);
c.
Nilai
Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”)
per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun;
d.
Total
aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun;
e.
Laba
tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar;
f.
Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia sebesar 24,77%
2.
Laporan
keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada
tanggal 27 Desember 2002;
Penyampaian laporan tersebut merupakan pemenuhan kewajiban PT Bank Lippo
Tbk. untuk menyampaikan Laporan Keuangan Triwulan ke-3. Adapun materi atau
informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut antara lain:
Pernyataan manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan yang
disampaikan adalah laporan keuangan audited
yang tidak disertai dengan Laporan Auditor Independen yang berisi opini
Akuntan Publik;
a.
Penyajian
dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“audited”) dan 30 September 2001 (“unaudited”);
b.
Nilai
Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun;
c.
Total
aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8
triliun;
d.
Rugi
bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273
triliun;
e.
Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.
3.
Laporan
keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan oleh Akuntan
Publik KAP Prasetio, Sarwoko &
Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk. pada tanggal 6 Januari 2003.
Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam laporan keuangan
tersebut antara lain adalah:
a.
Laporan
Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja
dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan auditor independen tersebut
tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November
2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002;
b.
Penyajian
dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000;
c.
Total
aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8
triliun;
d.
Nilai
Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun;
e.
Rugi
bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273
triliun;
f.
Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.
Pembahasan
Permasalahan yang terjadi di dalam Laporan Keuangan PT
Bank Lippo Tbk, disebabkan adanya tiga buah laporan keuangan yang dinyatakan
telah diaudit, tetapi diantara ketiga terdapat perbedaan. Dari Ketiga laporan
keuangan tersebut ternyata hanya ada satu laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk.
per 30 September 2002 yang diaudit dengan Opini Wajar Tanpa
Pengecualian dari Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Presetio,
Sarwoko & Sandjaja, dengan laporan auditor independen No. REC-0031/02 dengan
tanggal ganda (dual dating)
tertanggal 20 November 2002 (kecuali untuk catatan 40a tertangal 22 November
2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002) yang disampaikan kepada
Manajemen PT Bank Lippo Tbk. pada tanggal 6 Januari 2003. Sedangkan, dua laporan
keuangan lainnya ternyata belum diaudit.
Di dalam kedua laporan keuangan yang belum diaudit
tersebut ternyata ada pernyataan dari pihak Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa
laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang
telah diaudit oleh KAP Prasetio,
Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat wajar tanpa pengecualian (untuk laporan
keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang diiklankan
di surat kabar) dan pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan
keuangan yang disampaikan adalah laporan keuangan “audited” yang tidak disertai dengan Laporan Auditor Independen yang
berisi opini Akuntan Publik (untuk Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang disampaikan
kepada BEJ).
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pihak
Manajemen PT Bank Lippo Tbk. telah melakukan kelalaian, yaitu berupa
pencantuman kata “audited” di dalam
laporan keuangan yang sebenarnya
belum diaudit. Pengumuman laporan keuangan merupakan pemenuhan terhadap prinsip
GCG, khususnya prinsip transparansi. Dari prinsip transparansi tersebut dapat dilihat bahwa kewajiban untuk
menginformasikan laporan keuangan hendaknya dilakukan secara tepat dan
dilakukan secara profesional dengan cara menunjuk auditor yang independent,
qualified, dan competent. Perbuatan Manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang telah lalai karena mencantumkan kata “audited” di dalam laporan keuangan yang sebenarnya belum diaudit merupakan
sebuah bentuk ketidak hati – hatian yang
merupakan tanggung jawab dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Dalam hal ini
kesalahan direksi juga dapat dimintai pertanggungjawaban karena telah lalai
melakukan pengawasan terhadap Manajemen PT Bank Lippo Tbk.
Peristiwa tersebut, jika dilihat dari sudut pandang
GCG terjadi karena lemahnya penerapan prinsip akuntabilitas di dalam PT Bank
Lippo Tbk., khususnya dalam hal pembuatan laporan keuangan. Di dalam
permasalahan ini terjadi pelanggaran karena tidak adanya checks and balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan
manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak
diaudit.
Tanggungjawab komite audit di bidang laporan keuangan
adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan
gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan
komitmen perusahaan jangka panjang. Dapat dilihat disini, peranan komite audit
untuk menciptakan sebuah mekanisme check
and balances yang ideal juga belum dapat terwujud.
Dilihat secara normatif, ketentuan yang dibuat oleh otoritas pasar modal
sudah cukup memadai untuk terciptanya sebuah mekanisme check and balances yang ideal, antara lain yang terdapat dalam
Peraturan Bapepam-LK No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi
Tertentu, Peraturan Bapepam-LK No. IX.E.2 tentang Transaksi Material dan
Perubahan Kegiatan Usaha yang Dilakukan Perusahaan Terbuka, Peraturan Bapepam-LK
No.VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi Atas Laporan Keuangan, yang menjadi
kendalanya adalah niat dari para pelaku untuk menerapkan prinsip GCG dengan
baik.
Pada kasus PT Bank Lippo Tbk., menunjukkan bahwa perbuatan Manajemen PT
Bank Lippo Tbk. baik yang melibatkan direksi maupun komisaris secara
bersama-sama tergolong perbuatan yang telah memanipulasi Pasar Modal. Dimana,
dalam UUPM telah menyatakan bahwa setiap pihak dilarang melakukan perbuatan
yang menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek apabila pada saat pernyataan
dibuat pihak yang bersangkutan mengetahui adanya kesesatan tersebut, atau pihak
tersebut tidak cukup hati-hati dalam menentukan kebenaran material dari
pernyataan tersebut. Dalam kasus ini, sebelum laporan keuangan PT Bank Lippo
Tbk. disampaikan kepada publik, laporan tersebut hendaknya sudah diteliti
dengan baik oleh manajemen PT Bank Lippo Tbk. Namun, pada kenyataannya
manajemen PT Bank Lippo Tbk. dengan sengaja telah merugikan pihak lain
(Bapepam-LK) dengan mencantumkan kata “diaudit” dengan Opini Wajar Tanpa
Pengecualian pada iklan laporan keuangan per 30 September 2002 pada tanggal 28
November 2002, dan laporan keuangan yang tidak disertai dengan laporan auditor
independen dan telah terdapat penilaian kembali terhadap Agunan Yang Diambil
Alih (AYDA) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) pada laporan
keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada
tanggal 27 Desember 2002. Maka, pada kasus ini pihak Manajemen PT Bank Lippo
Tbk. yang telah memanipulasi pasar ini dapat dituntut dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 104 Undang-Undang
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yakni diancam dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah).
Namun pada kenyataannya, aturan-aturan mengenai sanksi
terhadap pelanggaran Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance yang telah
diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal selama ini masih sampai pada sanksi
administratif saja, sedangkan mengenai sanksi pidana terhadap pelanggaran
prinsip GCG sudah diatur juga dalam Undang-Undang Pasar Modal yaitu dalam Pasal
103 - Pasal 110. Namun, dalam penerapan sanksi pidana tersebut belum diterapkan
pada kasus-kasus pelanggaran terhadap prinsip – prinsip GCG yang terjadi. Oleh
karena itu, penjatuhan sanksi administratif saja tidak dapat memberikan efek
jera bagi para pelaku pelanggaran terhadap prinsip – prinsip GCG ini.
Oleh karena itu, hendaknya aturan mengenai penjatuhan sanksi
administratif ini perlu dikaji lebih dalam agar terdapat keseimbangan dan
keadilan untuk setiap pihak agar hukum di Indonesia dapat dilaksanakan dengan
seadil-adilnya sehingga tidak menghambat mekanisme Pasar Modal di Indonesia.
Kesimpulan
1.
Prinsip – Prinsip GCG yang dilanggar oleh PT Bank Lippo
Tbk. yaitu Prinsip Transparansi dan
Prisip Akuntabilitas. Pelanggaran terhadap Prinsip Transparansi ditunjukkan
dengan perbuatan Manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang
telah lalai karena
mencantumkan kata “audited” di dalam
laporan keuangan yang sebenarnya belum diaudit. Maka, PT Bank Lippo Tbk. telah
melakukan suatu kelalaian dan melanggar
salah satu hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk menerima informasi.
Sedangkan, pelanggaran terhadap Prinsip Akuntabilitas dapat dilihat dari
kesalahan dewan direksi yang telah lalai melakukan pengawasan terhadap
Manajemen PT Bank Lippo Tbk. dan tidak adanya checks and balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan
manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak
diaudit.
2.
Sanksi hukum atas pelanggaran Prinsip GCG di Pasar
Modal yang dilakukan oleh PT Bank Lippo Tbk adalah berupa sanksi administratif
saja yaitu kewajiban dari Direksi PT Bank Lippo Tbk. untuk menyetor uang ke kas
negara sejumlah Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) dan terhadap Akuntan Publik untuk
menyetor uang ke kas negara sebesar Rp. 3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah).
Terhadap penerapan sanksi pidana belum dilaksanakan pada kasus PT Bank
Lippo Tbk. ini.
Referensi:
·
Badan
Pengawas Pasar Modal. 2003. Siaran Pers
Hasil Pemeriksaan Kasus Laporan Keuangan dan Perdagangan Saham PT Bank Lippo
Tbk.. hlm.1
·
Dewa
Ayu Budiartini, dkk. 2012. Pelanggaran
Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance Di Pasar Modal (Studi Kasus PT Bank
Lippo Tbk.). Jurnal. Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas
Udayana
·
Eltin
Susanti. 2011. Perlindungan Hukum Bagi
Investor Terhadap Praktek Windows Dressing dalam Mekanisme Pasar Modal di
Indonesia. Tesis. Fakultas Hukum UII: Jogjakarta
·
Sutan
Remi Sjahdeini. 2003. Good Governance:
Antara Idealisme dan Kenyataan. Citra Aditya Bakti: Bandung. hlm.3
Read Users' Comments (0)