Perilaku Etika dalam Bisnis



Perilaku Etika dalam Bisnis

Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahi etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara, seperti berbau kriminal demi pencapaian suatu tujuan.
Perrbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari – hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen – elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang – orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain – lain.
Etika bisnis dapat terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak – pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak – pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah pelanggaran terhadap upah buruh. Hal ini menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk – produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga. 
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain, sebagai berikut:
1.      Pengendalian Diri.
Artinya, pelaku – pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing – masing untuk tidak memperoleh apapun, dari siapapun, dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang, walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
2.      Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitar.
3.      Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat tranformasi informasi dan teknologi.
4.      Menciptakan persaingan yang sehat.
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangan perusahaan besar mampu memberikan spread effect.
5.      Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan".
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak mengeksploitasi lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6.      Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7.      Mampu menyatakan yang benar itu benar.
Artinya, kalau persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece", dari "koneksi", dan melakukan "kongkalikong", serta jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" dan memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8.      Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
9.      Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10.  Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11.  Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang – undangan.
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. 

Menurut Keraf dan Imam (1995:70-77) terdapat beberapa prinsip dalam etika bisnis yang meliputi:
1.        Prinsip otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Dalam prinsip otonomi ini terkait dua aspek yaitu aspek kebebasan dan aspek tanggung jawab.
2.        Prinsip kejujuran. Aspek kejujuran dalam bisnis meliputi:
a.       Kejujuran terwujud dalam pemenuhan sayart-syarat perjanjian dan kontrak.
b.      Kejujuran juga menemukan wujudnya dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu yang baik.
c.       Kejujuran menyangkut hubungan kerja dalam perusahaan.
Prinsip kejujuran ini sangatlah berkaitan dengan aspek kepercayaan. Kepercayaan ini merupakan modal dasar yang akan mengalirkan keuntungan yang besar di masa depan.
3.        Prinsip tidak berbuat jahat dan prinsip berbuat baik. Prinsip ini memiliki dua bentuk yaitu prinsip berbuat baik menuntut agar secara aktif dan maksimal kita semua berbuat hal yang baik bagi orang lain dan dalam bentuk yang minimal dan pasif, menuntut agar kita tidak berbuat jahat kepada orang lain.
4.        Prinsip keadilan. Prinsip ini menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan jangan sampai dilanggar.
5.        Prinsip hormat pada diri sendiri. Sebenarnya dalam arti tertentu prinsip ini sudah tercakup dalam prinsip pertama dan prinsip kedua diatas. Prinsip ini sengaja dirumuskan secara khusus untuk menunjukkan bahwa setiap individu itu mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya untuk menghargai diri sendiri.

Referensi:
Indiana Farid M. dan Sri Suranta. 2006. Persepsi Akuntan,Mahasiswa Akuntansi, dan Karyawan Bagian Akuntansi Dipandang dari Segi Gender terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi. Fakultas Ekonomi. Universitas Sebelas Maret.
Susanti, Beny. 2008. Modul Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Jakarta.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Perilaku Etika dalam Bisnis"

Posting Komentar

Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design